Jumat, 11 September 2009

Hubungan Ufologi dan Sains

oleh: Gatot Tri R.

Fenomena UFO telah menarik perhatian selama bertahun-tahun. Laporan penampakan UFO datang dari seluruh penjuru dunia. Media massa lokal hingga internasional tak kurang mengupasnya. Sejak penampakan UFO oleh Kenneth Arnold pada Juni 1947 dan peristiwa (yang diduga) jatuhnya pesawat milik makhluk ET di Roswell 4 Juli 1947, terjadi peningkatan laporan penampakan UFO yang signifikan yang datang tidak hanya di Amerika Serikat (AS) namun juga dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Sayangnya, UFO terlebih ufologi selama ini sering dianggap sebagai dagelan. Padahal ada banyak saksi mata, ada kesaksian satu dengan yang lainnya yang sama, ada sejumlah bukti rekaman foto atau video. Bukti, adalah satu "syarat" diakuinya fenomena ini. Ufologi sebagai studi yang mempelajari fenomena ini belum mampu memenuhi syarat itu. Sehingga selamanya juga tidak akan pernah menjadi bagian dari ilmu pengetahuan. Namun, dengan kian meingkatnya laporan yang datang dari seluruh penjuru dunia, apakah kita akan menafikkan begitu saja kenyataan ini?


UFO telah ada sejak dulu

Kuat dugaan bahwa para makhluk ET telah tiba di Bumi dan mereka pernah menjalin hubungan dengan manusia pada ratusan bahkan ribuan tahun lampau. Gambaran mengenai itu terekam jelas pada sejumlah peninggalan kuno seperti lukisan pada dinding gua, pahatan relief, dan sejumlah peninggalan lainnya. Erich Von Daniken – astronom Swiss yang menaruh minat besar pada penelitian artifak dan peninggalan kuno masa lalu – memberikan teori bahwa sebenarnya entitas dari planet lain telah mengunjungi bumi berkali-kali di masa lalu. Profesor Robert Westcott – antropolog dari Drew University Madison, New Jersey, Amerika Serikat – sepakat dengan teori tersebut. Dalam bukunya “The Divine Animal” yang terbit tahun 1969, ia menyatakan bahwa entitas dari luar Bumi telah datang sekitar 10.000 tahun yang lampau. Tujuan mereka datang ke Bumi ialah untuk mengajarkan manusia membangun peradaban. Waktu itu manusia digambarkan sebagai makhluk yang primitif dan liar. Ketika mereka datang ke Bumi, manusia waktu itu menganggap mereka sebagai dewa. Para entitas asing itu berdiam di kedalaman laut dan mengawasi perkembangan peradaban manusia dari sana.

Beberapa “arsip alam” juga dapat dijumpai di sejumlah daerah di dunia. Piktograf dari jaman prasejarah ditemukan di sebuah gua di Capo Di Ponte di utara Italia, dijelaskan oleh Erich von Daniken sebagai sosok manusia yang mengenakan helm ruang angkasa. Lukisan serupa juga ditemukan di Rusia dan Afrika Utara. Lalu lukisan di salah satu gua di Australia yang dibuat oleh suku Aborigin yang menggambarkan sosok mirip manusia bertubuh tinggi besar berdiri di samping manusia-manusia Aborigin. Suku Aborigin kuno memang memiliki keyakinan bahwa roh Wondjika yang menciptakan planet Bumi datang dari dunia lain dengan mengendarai benda terbang. Begitu pula suku Dogon, salah satu suku di Mali, Afrika Barat, memiliki warisan lukisan jaman prasejarah yang menjelaskan bahwa pada ribuan tahun lalu mereka pernah dikunjungi oleh entitas asing dari luar angkasa yang datang untuk mengajarkan berbagai hal. Mereka menyebutnya sebagai Nommos, datang dari bintang Sirius. Nenek moyang orang Dogon tidak memiliki peralatan astronomi yang modern dan canggih, namun mereka memiliki pengetahuan yang baik tentang astronomi.

Di Nazca, Peru terdapat peninggalan arkeologi yang telah berusia ribuan tahun yang diduga adalah landasan wahana para alien di masa lalu. Di area itu juga terdapat lukisan yang digambar di atas tanah berukuran besar yang hanya bisa dilihat dari langit. Lukisan itu menggambarkan berbagai bentuk makhluk hidup di bumi seperti laba-laba, monyet, ikan hiu, dan lain-lain. Beberapa makhluk hidup yang dilukiskan di sana tidak terdapat di Peru namun tergambarkan di situ. Erich von Daniken berargumen bahwa pembuat lukisan itu pastilah bukan orang suku Nazca. Dengan luas lukisan yang sungguh menakjubkan, mencapai ratusan meter persegi, serta tingkat proporsionalitas gambar yang juga sangat baik, Erich Von Daniken berpendapat bahwa itu adalah hasil karya makhluk ET. Memang sulit untuk meyakini jika gambar itu dibuat oleh suku setempat di masa lalu mengingat teknologi mereka belum mencapainya.


Penampakan UFO, bukti eksistensi makhluk ET

Charles Fort, Bapak Ufologi, tidak sekali saja mendokumentasikan berbagai fenomena UFO dalam karya tulisnya. Laporannya mengenai penampakan UFO begitu menarik perhatian. Semasa Charles Fort hidup, istilah UFO memang belum dikenal. Namun laporannya merupakan rekaman berharga dalam mempelajari sisi historis fenomena yang kini disebut sebagai UFO.

Pada tahun 1947, pemerintah AS membentuk sebuah proyek untuk melakukan investigasi kasus-kasus penampakan UFO yang diberi nama Proyek Buku Biru. Sepanjang tahun 1947 hingga 1969, proyek tersebut mendata tak kurang dari 12.618 laporan penampakan UFO. Dari hasil investigasi disimpulkan bahwa 94,5% kasus UFO berhasil diidentifikasi. Apa yang tadinya dicurigai sebagai UFO ternyata adalah balon udara (sebanyak 14%), sebagian lagi disimpulkan sebagai gejala alam – termasuk di sini bentuk awan yang menyerupai pesawat UFO atau pun meteor yang jatuh ke bumi (25,5%), pesawat terbang (20,2%), efek psikologis, termasuk di sini ilusi atau khayalan atau halusinasi (1,5%), dan lain-lain (8%). Ada sekira 9,3% sulit diidentifikasi karena kurangnya informasi yang diperoleh. Sementara itu sebanyak 5,5% kasus dinyatakan tidak berhasil diidentifikasi. Jumlahnya cukup banyak, yaitu 701 kasus.

Pada 17 Desember 1969, Project Blue Book ditutup oleh pemerintah Amerika Serikat. Meski ditutup, proyek tersebut masih meninggalkan sebagian kasus-kasus penampakan UFO yang dinyatakan tidak diketahui dan hingga kini masih menjadi teka-teki. Bahkan makin banyak saja orang yang melaporkan melihat penampakan UFO. Kita mungkin ingat cahaya Phoenix di AS yang disaksikan oleh ribuan warga Phoenix, Arizona. Bahkan pada tahun 2008 lalu, topik UFO kian hangat ketika diberitakan kemunculan UFO seluas hampir satu mil persegi yang disaksikan oleh ratusan warga Stephenville, Texas.


Ufologi dan sains

Sampai hari ini, ufologi dianggap sebagai "pseudoscience" (ilmu yang bukan ilmu atau ilmu palsu), sementara sebagian menggolongkannya sebagai "fringe science" (ilmu pinggiran). Sains sendiri, jika kita menengok masa-masa awal perkembangannya, juga tumbuh dari fenomena-fenomena yang ada di jaman dahulu hingga akhirnya diakui sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu kedokteran misalnya, dimana pada jaman dulu para medicine man atau pengobat atau penyembuh ialah para dukun atau tukang sihir. Para pasien diberi ramuan herbal, batu atau benda-benda keramat, atau mantra-mantra supaya "roh jahat" keluar dari tubuh orang yang sedang menderita sakit. Dengan perkembangan dari waktu ke waktu, kini kita mengenal ilmu kedokteran. Walaupun ilmu kedokteran kini telah berkembang pesat, masih ada sebagian orang yang masih lebih percaya pada dukun daripada dokter. Begitu pula ilmu-ilmu lainnya juga memiliki sejarahnya sendiri.

Mungkin kita mendeduksinya seperti ini: kalau tidak ada kognitif, rasionalitas, maka sains atau ilmu pengetahuan tidak akan pernah ada. Kalau tidak ada inisiatif (baca: melakukan metode ilmiah) bagaimana mungkin sains eksis dan berkembang? Sains sendiri dalam bahasa sederhana yang saya petik dari Encyclopedia Britannica ialah "knowledge of the world of nature" atau pengetahuan mengenai dunia alam.

Mungkin saat ini sebagian orang menganggap fenomena UFO sebagai halusinasi, sebagian menganggap sebagai gangguan psikologis, dan lain-lain. Menurut saya sah-sah saja karena memang hingga kini pembuktian menjadi kendala terbesar dalam studi mengenai UFO. Namun menurut saya, ini hanya masalah waktu. Hingga ditemukannya teleskop pada tahun 1610, kita tidak akan dapat melihat bintang-bintang di angkasa. Tanpa mikroskop yang dikembangkan oleh Anthony Van Leuwenhoek pada akhir abad 16, tidak pernah diketahui bentuk-bentuk mikroorganisme virus atau bakteri yang oleh karenanya pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri tidak akan pernah ditemukan. Jika ufologi (nantinya) menghasilkan metode atau teknologi yang mumpuni, saya yakin seluruh tirai dari semua ini akan tersingkap dengan sendirinya.

SETI mungkin belum menemukan alien. Namun hingga detik ini SETI tidak pernah berhenti mencari kemungkinan adanya kehidupan di angkasa sana. Namun kita lantas bertanya apakah metode yang digunakan telah benar? Mungkin SETI juga sedang melakukan riset mencari metode yang tepat. Sementara itu, boleh dipercaya atau tidak, dalam naskah yang pada tahun 2005 lalu menjadi bahan pembicaraan di kalangan pemerhati UFO, yaitu laporan mengenai misi rahasia awak AS ke planet Serpo di gugusan bintang Zeta Reticuli 2, dinyatakan bahwa ilmu pengetahuan atau sains di Bumi dan di planet Serpo benar-benar berbeda. Hukum Keppler tidak berlaku di sana. Teknologi yang digunakan jauh berbeda. Mereka menggunakan energi semacam listrik yang juga jauh berbeda secara fisika. Pihak AS dan Serpo dalam melakukan komunikasi juga dengan menggunakan alat komunikasi hasil teknologi milik si makhluk ET yang dievakuasi dari Roswell. Bagaimana alat komunikasi ini bekerja dan dapat terhubung dengan para alien tidak pernah diungkap secara jelas.


Visi Ufologi

Ufologi merupakan studi yang membutuhkan sokongan cabang ilmu lainnya. Dalam ufologi, ada nuansa pemahaman terhadap astronomi, geografi, fisika, biologi, psikologi, kedokteran dan lain-lain. Di masa mendatang, mungkin ufologi akan seperti ilmu fisika yang lahir dari sintesis ilmu pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Dari sejarahnya, ilmu fisika lahir dari sintesis ilmu-ilmu: ilmu mekanika, ilmu optik, ilmu akustik, ilmu kelistrikan, ilmu panas, dan lain-lain. Namun kita juga tidak tahu apakah ufologi kelak justru malah berganti nama. Kita tahu ufologi ialah studi tentang fenomena UFO. UFO ialah benda terbang aneh yang belum dikenal atau belum teridentifikasi. Jika memang UFO kelak telah kita ketahui sebagai kendaraan makhluk ET, apakah namanya akan menjadi ifologi (merujuk pada istilah IFO yaitu Identified Flying Objects atau Benda Terbang Teridentifikasi) atau ekstraterestriologi? Atau eksologi atau interplanetariologi? Atau apa? Belum dapat diketahui. Seandainya kita telah mengenal para makhluk ET, bagaimana mempelajari ilmu fisika mereka, apa nama ilmu yang tepat untuk itu? Juga ilmu biologinya, atau kedokterannya? Sementara, kita telah mengenal eksobiologi yang digawangi ilmuwan karismatik almarhum Carl Sagan. Juga ada eksopolitik yang dipelopori oleh Michael E. Salla.

Atau apakah mungkin di masa depan - seiring dengan terwujudnya hubungan universal antara manusia dengan makhluk ET - ilmu pengetahuan memiliki konsensus yang bersifat universal pula. Itu artinya seluruh cabang ilmu pengetahuan yang telah ada sekarang ini - yang manusia sentris - bertransformasi ke "universal point of view" yang berarti membutuhkan reformasi bahkan revolusi sains. Hal ini tentu merupakan tantangan besar di masa mendatang.

Menurut saya hal terpenting agar ufologi berkembang dengan baik ialah dengan selalu meneliti. Carl Sagan, ketika diundang sebagai narasumber dalam dengar pendapat dengan anggota kongres AS mengenai UFO pada tahun 1968, mengungkapkan pendapat yang kurang lebih dalam bahasa Indonesia artinya seperti ini: "...untuk meninjau berbagai opini, ialah dengan lebih banyak berkecimpung di dunia sains, dan lebih sedikit berkecimpung di dunia politik." Saya bisa menangkap bahwa maksudnya adalah politik praktis, bukan ilmu politiknya.

Jadi, selain "keep watching the sky" (tetap memandang langit) sebaiknya mereka yang berkecimpung dalam ufologi juga "keep researching" (terus meneliti) dan "keep learning" (terus belajar). Salah satu kalimat yang saya petik dari Encyclopedia Britannica cukup bagus untuk disimak: "scientific knowledge of the world is only partial, and the progress of sains follows the ability of humans to make phenomena perceivable." (pengetahuan ilmiah atas dunia hanyalah kepingan, dan perkembangan sains mengikuti kemampuan manusia agar dapat mengubah fenomena menjadi hal yang dapat dipahami). Apakah ini adalah visi ufologi?

Mungkin saja akademi Ufologi dimulai oleh Perancis menjadi salah satu perahu menuju ke sana. Agustus 2008 lalu seorang mahasiswa Universitas Melbourne meraih gelar doktor dalam bidang ufologi, menyiratkan sesuatu yang mengandung harapan. Universitas Hongkong sempat membuka studi mengenai UFO di salah satu mata kuliahnya bekerja sama dengan Institut Ufologi Hongkong. Sayangnya akhir tahun 2008 lalu, pihak universitas terburu-buru menutupnya. Ada selentingan kalau pihak univeritas khawatir kalau studi tersebut bakal menarik banyak mahasiswa dan menjadi dominan di universitas itu. Sementara itu sejumlah negara sudah mulai membuka dokumen UFO yang selama ini dirahasiakan dari publik. Nampaknya dari seluruh dunia, titik-titik buih bergerak perlahan membentuk gelombang dan peminat ufologi seyogyanya mengambil perannya masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar